BWE NewsWorthy, Jakarta – Buruknya kualitas udara di DKI Jakarta sebetulnya bisa diidentifikasi jauh sebelum pandemi COVID-19. Seharusnya Pemprov DKI bisa melakukan langkah konkret untuk meningkatkan kualitas udara di Ibu Kota.
Hal itu disampaikan Juru Bicara (Jubir) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ariyo Bimmo Soedjono. Ia menuturkan, bukannya mencari solusi, Pemprov DKI malah terlena lantaran polusi udara berkurang selama pandemi.
Padahal, berkurangnya polusi itu seiring dengan kebijakan pembatasan mobilitas kendaraan maupun orang untuk mencegah penularan COVID-19.
“Sebelum pandemi, sebenarnya sudah dapat ditemukenali tingginya polusi Jakarta. Lalu rendahnya mobilitas selama pandemi sedikit menolong, malah diklaim sebagai pengurangan polusi. Alih-alih, anggaran malah buat jaminan Formula E,” kata Ariyo Bimmo di akun Twitternya, Rabu (22/6/2022).
Selama pandemi, Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan menurutnya tidak melakukan langkah substansial untuk mengurangi risiko akibat buruknya polusi udara. Sebaliknya, Anies malah getol menggelar ajang yang menurut Ariyo hanya untuk memoles citra sang gubernur.
“Kendaraan bermotor terus bertambah, jalur busway tidak bertambah sejak 2017, jalur sepeda dan trotoar hanya di ruas jalan tertentu. Ujungnya proyek komestik. Stop tambah bedak, pak gubernur,” ucapnya.
Diketahui, DKI Jakarta kembali menjadi kota teratas dengan kualitas udara terburuk di dunia. Menurut data IQ Air, AQI US Jakarta berada di angka 196 yakni kategori kualitas udara tidak sehat.
Data pada Senin (20/6/2022) sekitar pukul 07:33 WIB, kandungan konsentrasi PM 2.5 di Ibu Kota 27 kali lebih tinggi dari nilai pedoman kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Penulis/Editor: Khoirur Rozi
Tinggalkan Balasan